Dialog Bersama Ikhwani – Penyempalannya (III)

Dialog Bersama Ikhwani – Penyempalannya (III)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Al-hizbiyyah dan kejelekan-kejelekan tanzhim yang bersifat rahasia

Saudaraku… mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada apa yang Allah sukai dan Allah ridhai.

Sebenarnya aku menilai sikap hizbiyyah yang sempit dan hidup di jamaahmu, adalah termasuk dari sebab yang paling asasi dan telah menjadikan umat ini dalam firqah-firqah serta kelompok-kelompok.

Barangkali kamu akan keheranan dengan hal ini…

Akan tetapi aku katakan: Kemarilah bersamaku untuk melihat sejauh mana kebenaran penilaianku. Sebelum saya mulai, saya ingin bertanya kepadamu dengan satu pertanyaan.

Apakah kamu masuk dalam tanzhim rahasia yang ada di jamaahmu? Jika jawabnya, “Ya…”, maka perhatikanlah… Apa yang kamu rasakan dari muamalah mereka terhadapmu sebelum dan sesudah kamu masuk dalam tanzhim ini?

Bukankah di dalamnya ada perbedaan-perbedaan besar? Tidakkah kamu bertanya-tanya mengapa berbeda seperti ini? Akan aku katakan kepadamu mengapa demikian….

Dikarenakan loyalitas dan muamalah mereka dengan manusia berasaskan tanzhim ini, … maka barangsiapa yang berada dalam tanzhim ini, dialah kawan akrabnya, dialah orang yang patuh, … dialah saudara…, dan dialah syaikh 1), … dialah… dialah…

Dan barangsiapa yang belum menjadi anggota dan masuk dalam tanzhim mereka ini, tapi dia membela pemikiran mereka ini, maka dia adalah penolong… dialah yang membantu… dialah yang bisa diajak kerjasama. Orang biasa… orang yang baik….

Adapun orang yang tidak masuk dalam tanzhim mereka, akan tetapi dia mengikuti dalil dari Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, dari shahabat Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat…, maka dia adalah orang yang suka mengkafirkan (mukaffir), dialah orang yang suka membid’ahkan…, dia orang pemerintahan dan dia adalah utusan dari badan keamanan (intelijen)…, dialah orang yang bodoh dengan waqi’ (fakta), dialah orang yang suka memecah belah… dialah… dialah… dan seterusnya.

Oleh karenanya aku katakan: Sebaiknya kamu tahu wahai saudaraku, mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu…. Bahwa perbedaan yang mencolok antara jamaahmu dan jamaah ahli haq dalam masalah ini… bahwasanya dilihat, loyalitas mereka adalah untuk Allah dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wasallam serta orang-orang yang beriman.

Adapun jamaahmu 2) maka loyalitasnya adalah untuk Allah dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wasallam serta untuk orang yang masuk dalam tanzhim kelompok Ikhwanul Muslimin. Barangkali kata-kata terakhir ini terasa amat berat di hatimu, akan tetapi itulah kenyataan yang tidak ada keraguannya.
Di sini saya katakan kepadamu…. Seandainya kamu bepergian ke salah satu negeri… kemudian di perjalanan ketemu dengan tiga orang, seorang dari mereka dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Salafi, ath-Thaifah al-Manshurah (golongan yang ditolong), al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat), seorang lagi dari Jamaatut Tabligh dan yang lainnya dari Ikhwanul Muslimin… maka kamu duduk dengan mereka dan terjadi perbincangan di antara kalian dan saling mempersilahkan sebagian kalian dengan sebagian yang lain, dan kamu mulai memperkenalkan dirimu kepada mereka, kemudian masing-masing mereka pun memperkenalkan dirinya.

Maka berkata seorang dari mereka: Saya Fulan bin Fulan seorang ikhwani (pengikut Ikhwanul Muslimin, red), kemudian yang kedua pun mengatakan saya Fulan bin Fulan seorang salafi, yakni orang yang mengikuti kitab dan sunnah atas pemahaman salaful ummah, maka sekarang sikap apa yang akan kamu tampakkan dari mereka ini?

Saya katakan kepadamu: Pasti kamu merasa bahagia dan sangat condong kepada orang yang pertama kamu mendengar bahwa dia adalah seorang ikhwani, kemudian kamu akan merasa berat hati, dan menjaga jarak serta berbagai basa-basi akan muncul olehmu, ketika kamu mendengar bahwa dia adalah seorang tablighi (pengikut Jama’ah Tabligh, red).

Adapun ketika kamu mendengar nama yang ketiga bahwa dia seorang salafi, maka akan nampak raut muka yang masam di wajahmu dan perubahan yang cepat (salah tingkah) dalam muamalah terhadapnya. Maka inikah wala’ (loyalitas) untuk orang-orang beriman ataukah untuk jamaah Ikhwanul Muslimin? Tidak ragu lagi, loyalitas ini adalah untuk jamaah Ikhwanul Muslimin.

Adapun borok-borok tanzhim rahasia, maka Allah-lah tempat dimintai pertolongan. Hal ini karena tanzhim inilah yang telah membawa kita kepada bencana, dan tanzhim inilah yang telah membuat jurang yang menganga di antara Hukkaam (penguasa negara) dan para dai serta orang-orang yang berbuat islah (perbaikan) dengan apa yang telah memberi kesempatan kepada orang yang menyimpang dari kalangan sekuler dan yang lainnya, agar mereka bisa lebih mendekatkan diri kepada kelompok yang punya kedudukan untuk mereka bisa mencapai maksud dan tujuan mereka.

Bahkan tanzhim inilah yang telah menjadikan semua pemerintahan mengarahkan pandangan mereka kepada shahwah al-Islamiyyah (kebangkitan Islam) dengan pandangan takut dan waspada akan terjadi satu bentuk perubahan. Hal ini jelas sekali, tidak ada kerancuan dan tidak ada debu yang menghalangi (menutupi).

Maka wahai saudaraku…

Apa perlunya kita kepada “kerahasian” (sirriyah) di negeri-negeri Islam, lebih-lebih di negara-negara Teluk? Kecuali hanya sekedar kebutuhan orang-orang Ikhwan (Ikhwanul Muslimin, red) yang mereka sangat takut untuk menampakkannya?

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam kitabnya Az-Zuhd halaman 353 dari Umar bin Abdul Aziz, katanya: “Jika kamu lihat satu kaum yang mereka saling mengadakan ‘pembicaraan rahasia’ dalam agama mereka, tanpa menceritakannya kepada orang banyak, maka ketahuilah bahwa mereka berada dalam satu dasar kesesatan.”

Oleh karenanya saya katakan: “Sesungguhnya akidah kami; salafiyyin (Ahlus Sunnah wal Jama’ah), ath-Thaifah al-Manshurah (golongan yang ditolong), al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat) terhadap Hukkam (penguasa negara) kami kaum muslimin, bahwa kita tidak boleh keluar dari (ketaatan) mereka, walaupun pada mereka terdapat kezhaliman, kepalsuan, kefasikan dan kesenjangan, selagi mereka tidak mengumumkan secara jelas di depan orang banyak bahwa mereka tidak menghendaki dan tidak menyukai syariat Allah Ta’ala, dan mereka kafir kepada Allah dengan kekafiran yang nampak jelas oleh kita dengan petunjuk dari Allah Ta’ala dan dalil dari Kitab (Al Quran, red) dan Sunnah. Maka kalau seandainya mereka berbuat demikian, bolehlah untuk keluar dari ketaatan terhadap mereka dengan syarat yang kedua, yakni kita memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk menggulingkan mereka, tanpa mengakibatkan kerusakan yang lebih parah dari yang pertama.

Kalau tidak demikian, kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah bekerja sama dengan pemerintah Islam dengan doa dan nasehat kepada mereka dengan cara hikmah, penuh bijaksana dan nasehat yang baik, tidak dengan revolusi dan kebrutalan. Dan kita taat kepada mereka dalam suka ataupun duka, kecuali dalam kemaksiatan, maka tidak ada ketaatan kepada mereka. Maka kami pun memberi peringatan kepada orang yang keluar dari ketaatan terhadap mereka dari kalangan kaum muslimin…!

Dan kami namakan mereka (orang-orang yang keluar dari ketaatan pemerintah Islam) orang-orang yang membangkang, dan kami hukumi mereka sebagaimana layaknya orang yang membangkang. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu ‘anhu: ‘ Rasulullah mengajak kami, maka kami pun membaiatnya, dan beliau ambil dari kami adalah, agar kami membaiatnya ats dasar mendengar dan taat dalam suka maupun duka, dalam keadaan susah ataupun mudah dan dalam keadaan yang tidak kita sukai atau kita inginkan serta supaya kita tidak merampas kekuasaan dari ahlinya kemudian beliah bersabda: “Kecuali kalian melihat kekafiran yang sangat jelas oleh kalian dengan petunjuk dari Allah Ta’ala.” [HR. Muslim -lihat Syarh Muslim oleh Imam Nawawi, di kitabul Imarah, bab Wujubu ath-tha’ah al-umara fi ghairi ma’shiyah wa tahrimuha fi al-ma’shiyah]

Saudaraku… mudah-mudahan Allah menjagamu. Barangkali di sini ada satu pertanyaan yang muncul, yakni selama jamaah ini demikian kondisinya, manakah jalan yang benar…?

Sesungguhnya jalan yang benar adalah jalan yang pernah ditempuh oleh Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik yakni “Manhaj Shalafus Shalih” radhiallahu ‘anhum ajma’in. Hal ini berdasarkan hadits Abi Najih al-‘Irbadh bin Sariyyah berkata:
‘Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang dengannya bergetar hati-hati dan berlinanglah air mata, maka kami katakan, “Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka berikanlah wasiat kepada kami.” Maka beliau pun bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla, mendengar dan taat, walaupun kalian diperintah oleh seorang hamba (budak), maka sesungguhnya barangsiapa yang hidup dari kalian, pasti akan mendapatkan perselisihan yang banyak. Oleh karenanya, wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku serta sunnah para khalifar ar-rasyidah yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah dari perkara-perkara yang baru maka sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat.” [Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Arba’in Nawawiyyah dan berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan Hadits Hasan]

Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa perselisihan (ikhtilaf) akan terjadi, tapi beliau tidak membiarkan kita (dalam perselisihan) dengan tanpa bayyinah (penjelasan). Bahkan beliau telah memberikan kepada kita jalan keluar dari perselisihan ini dengan sabdanya: Wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, yakni wajib bagi kalian untuk mengikuti jalanku dan jalan yang telah ditempuh oleh Khulafa ar-Rasyidin, bukan jalannya Al-Banna dan bukan pula jalan yang lain.

Footnote:
1) Selintas pandang, ketika aku berada di tanzhim mereka ini, sebagian dari mereka memanggilku dengan “Syaikh” dan saat itu aku larang panggilan ini, karena saya tahu bahwa saya masih menempuh jalanku di awal mencari ilmu dan aku bukan ahlinya dalam hal ini… dan tatkala aku menyelisihi mereka dan aku tinggalkan tanzhim mereka, lenyaplah kalimat ini dan diganti dengan katan-kata yang lain seperti tukang mengkafirkan, tukang membid’ahkan dan tukang memfasikkan orang dan diutus dari badan keamanan…, maka betapa mengherankan basa-basi dan hizbiyyah ini.
Subhanallah.

2) Kami katakan: Adapun jamaahmu, loyalitas mereka adalah terbatas hanya pada orang-orang yang masuk di bawah panji-panji mereka, karena seandainya loyalitas mereka karena Allah dan Rasul-Nya dengan benar, pasti hal ini diberikan kepada kaum muslimin
semuanya. Allahu a’lam.

(Dinukil dari “Hiwar haadii ma’a ikhwanii”, ditulis oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi, alamat PO BOX 6018, El-Roms, Ra’s Al Khamiyah, Uni Emirat Arab, cetakan th 1995/1415 H. Edisi Indonesia : Dialog bersama ikhwani.)