Manhaj ‘Sana-Sini’ dalam sorotan Ulama’ (II)

Manhaj ‘Sana-Sini’ dalam sorotan Ulama’ (II)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Pertanyaan 4: Apakah suatu perbedaan antara seorang pemimpin (ra’s) dan seorang pengikut (tabi’) ?

Syaikh Muhammad bin Hadi: [Ya] Tidak diragukan lagi… bahwa ada suatu perbedaan antara Mubtadi’ sebagai pemimpin dari kebid’ahan, atau da’i kepada bid’ah, atau suatu pencetus bid’ah, dengan para pengikutnya, sebab para pengikutnya berbeda-beda, karena diantara mereka ada orang yang mengetahui dan ada orang yang tidak mengetahui.

Pertanyaan 5-7: Seseorang yang mengingatkan (mentahdzir, red) supaya hati-hati atas orang-orang yang ditinggalkan (karena menyimpang, red) di luar kota mereka sendiri, dan kewajiban nasihat ketika hal itu diperlukan telah diberikan, dan tentang mendengarkan kajian-kajian para mubtadi’

Pertanyaan 5: Seseorang ditinggalkan (karena hizbiyyahnya, red) di kota tertentu, dan ia tidaklah dikenal di kota lain… apakah diizinkan untuk memperingatkan supaya hati-hati terhadap orang ini?

Syaikh Muhammad bin Hadi: Jika ia tidak dikenal, selama ia bukanlah seorang da’i, maka cukuplah dihukumi sebagaimana dihukumi masyarakat di kotanya. Bagaimanapun, ketika ia (yang diabaikan) mendatangi orang di kota lain, maka pada dasarnya, nasehat (tentang memperingatkan supaya hati-hati terhadap dia) dalam hal ini agar kembali kepada perkataan ‘alim (Ulama’ red) dan orang yang masyarakat kota (orang yang ditinggalkan) bergantung padanya, yaitu mereka yang sudah membicarakan dia. Hal ini disebabkan warga-warga kota itu lebih banyak mengetahui tentang dia, tentunya selama perkataan terhadap orang itu di atas kebenaran dan keadilan.

Pertanyaan 6: Ada suatu contoh, seseorang yang dikatakan padanya, ” Nasehati saudaramu”, ia berkata kepada anda, “Itu tidaklah wajib atasku untuk menasehati, jika anda mau, maka anda yang menasehati, aku akan mendukung”. Apakah ini benar? Maksudnya, benarkah tidaklah diwajibkan atas individu-individu tertentu (untuk menasehati, red) ?

Syaikh Muhammad bin Hadi : Nabi ( Shalallahu ‘alaihi wassalam) katakan, ” Siapapun diantara anda yang melihat suatu kejahatan (kemungkaran), maka hendaknya dia merubah dengan tangannya, dan jika ia tidaklah mampu, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidaklah mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah yang paling lemah iman”. Maka ketika anda lihat seseorang yang mempunyai suatu hak berupa nasihat yang wajib dari anda, kemudian wajib atas anda untuk memberi (nasihat) kepadanya sebelum dia (orang lain), kecuali jika anda mempunyai yakin benar bahwa ia tidak akan menerimanya dari anda, dan barangkali ia dapat menerima dari dia (orang lain) dalam kaitan dengan kedekatan padanya, atau sebab ia adalah ramah (yaitu akrab, ramah) dengan dia. Maka kemudian, penyampaian nasihat terus-menerus kepadanya, dan hal ini dipalingkan bagi anda, dan ini suatu yang benar dan sudut pandang yang dipertimbangkan.

Pertanyaan: Jadi, penyampaian nasihat tidaklah dipalingkan (dari orang pertama) secara total?

Syaikh Muhammad bin Hadi: Tidak, tidaklah dipalingkan (kewajiban memberi nasihat tersebut, red) dari dia secara keseluruhan.

Pertanyaan : Beberapa pemuda di Libya mendengar beberapa perkataan Syaikh Rabi bahwa tidak wajib untuk memberi nasihat…(kata-kata tidak dipahami)

Syaikh Muhammad bin Hadi: Apa yang ia maksudkan …?(meminta pengulangan)

Pertanyaan: (Yakni tidak wajib untuk, red) memperingatkan (tahdzir) orang darinya tanpa terlebih dahulu nasihat!

Syaikh Muhammad bin Hadi: Tidak, penjelasan (al-bayaan), penjelasan telah disampaikan kepadanya (para pemuda), nasihat justru untuk kemaslahatan dirinya. Tidak ada kaitan antara peringatan dan antara eengajaknqa (ke jalan yang benar), yakni, menyeru dia kepada kebenaran adalah satu topik, dan memperingatkan dari dia adalah topik lain yang terpisah.

Pertanyaan: Jadi mereka memperingatkan orang darinya tanpa nasihat, ya syaikh?

Syaikh Muhammad bin Hadi: Seseorang yang menjadi dikenal karena memiliki kebid’ahan, ada penjelasan (kepadanya) dan penyampaian nasihat kepadanya telah berlangsung, maka bukanlah kewajiban atas orang-orang untuk menasehati dia. Namun wajib bagi mereka untuk mengikuti para Ulama mereka untuk menyikapi dia, ya.

Pertanyaan 7: Apakah diizinkan untuk mendengarkan kaset kajian dari Ahlul Bid’ah?

Syaikh Muhammad bin Hadi: Demi Allaah, lebih tepat jika hal itu tidak dilakukan, sebab kadang-kadang hatinya bisa menjadi terkait dengan dia, dan telah dikatakan kepada Ibnu Sirrin, “Bolehkah aku (ahli bid’ah, red) membacakan suatu ayat kepada anda ?”, dan ia berkata, ” Tidak, bahkan tidak separuh ayat”. Mengapa? Sebab sesuatu kekaguman dengannya mungkin masuk ke hati, dan cinta bacaannya, dan demikian ia mencintai dia dari sisi ini, dan dengan begitu ia menjadi suatu pecinta Ahlul ‘Ahwa wal Bid’ah.

(Sumber URL http://www.salafitalk.net/st/viewmessages.cfm?Forum=9&Topic=2970. Alih bahasa ke Inggris oleh Abu Iyaad, da’i Salafy dari Inggris dan pengelola Maktabah As Salafiyyah (Salafipublications.com). URL asli dalam bahasa Arab http://www.sahab.net/sahab/showthread.php?threadid=299633)